Dalam artikel sebelumnya kita sudah belajar bahwa pemikiran kritis pada dirinya sendiri adalah baik. Kita bahkan perlu membiasakan berpikir kritis pada saat mendengarkan khotbah. Sayangnya, tidak semua orang mampu berpikir kritis dengan benar. Tidak heran banyak orang menyamakan berpikir kritis dengan mencari-cari kesalahan. Pemikiran kritis bukan hanya dipandang tidak berguna, tetapi juga menimbulkan masalah yang tidak diperlukan.
Bagaimana kita seharusnya berpikir kritis?
Pertama, mengalami pembaruan akal budi. Allah telah menyediakan akal budi sebagai sarana untuk mengetahui kehendak-Nya (Rm. 12:2). Pikiran kita perlu untuk terus-menerus ditransformasi oleh dan dioptimalisasi bagi Allah. Tanpa akal budi yang dibarui, pikiran duniawi tidak akan mampu untuk mengetahui hal-hal rohani (1Kor. 2:13-14). Kelahiran kembali oleh Roh Kudus dan bimbingan-Nya yang terus-menerus dalam proses pengudusan merupakan kunci.
Kedua, menyelidiki kitab suci dengan teliti. Setiap pemikiran tidak pernah netral. Ada asumsi dasar yang dipegang seseorang. Ada “dasar kebenaran” tertentu yang dijadikan patokan. Sebagai orang-orang Kristen, kita menjadikan Alkitab sebagai dasar kebenaran. Kita meyakini bahwa kitab suci adalah firman Allah yang berotoritas dalam seluruh aspek kehidupan kita. Menyelidiki suatu ajaran tanpa melihatnya dari perspektif kitab suci merupakan sebuah arogansi. Semua orang berdosa. Semua orang rentan terhadap kesalahan. Hanya firman Tuhan yang sanggup memelihara pikiran kita.
Ketiga, mengkritisi pandangan sendiri. Tidak sukar untuk menemukan orang yang suka mengkritisi pandangan orang lain padahal pandangan orang itu sendiri memiliki banyak kelemahan. Mereka menuntut orang lain menyediakan bukti-bukti yang tidak terbantahkan, apdahal mereka sendiri tidak memiliki bukti yang kita untuk membenarkan pandangan mereka sendiri. Tukang kritik dan tukang tuntut yang kurang melihat diri sendiri. Orang-orang seperti ini sangat rentan terhadap penipuan diri sendiri: menganggap diri pintar dan benar padahal tidak demikian (1Kor. 3:18; Gal. 6:3).
Keempat, menggunakan logika dengan benar. Sebagai makhluk rasional manusia sanggup untuk berpikir secara logis. Sayangnya, tidak semua orang terlatih untuk menggunakannya dengan benar. Kekeliruan logika sering terjadi dan terjadi di mana-mana. Sebagai contoh, menganggap pandangan X keliru hanya gara-gara X pernah melakukan tindakan yang keliru, padahal tindakan seseorang tidak selalu didorong oleh pandangannya. Masih banyak jenis kekeliruan logika yang lain. Mengetahui semua potensi kekeliruan merupakan langkah penting dalam mencari kebenaran.
Kelima, mengecek data atau bukti yang digunakan. Menggunakan logika saja tidak akan memadai. Penggunaan logika seringkali melibatkan kalimat-kalimat pernyataan (disebut proposisi atau premise) yang bersentuhan dengan fakta (baik berupa data maupun bukti tertentu). Jika proposisi yang digunakan dalam sebuah premise (kalimat tertentu sebagai bagian dari alur logika dalam sebuah argumentasi) tidak tepat, kesimpulan yang ditarik dari rangkaian logika yang melibatkan premise itu juga tidak sah. Karena itu penting bagi seseorang untuk memastikan bahwa proposisinya sudah benar atau bukti/datanya sesuai fakta.
Kita tidak perlu takut untuk berpikir kritis. Roh Kudus akan terus-menerus memelihara kita pada jalan-Nya. Hanya saja, kita tetap perlu menggunakan pikiran dengan benar. Tidak asal kritis. Tidak mudah menyalahkan orang lain. Tidak arogan. Mau mendengarkan pandangan orang lain dengan seksama. Kiranya Sang Pencipta, Penebus dan Pemelihara pikiran kita akan terus menjaga kita. Soli Deo Gloria.
Photo by Markus Winkler on Unsplash