Apakah Semua Agama Mengajarkan Kebaikan?

Posted on 17/07/2022 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/08/Apakah-Semua-Agama-Mengajarkan-Kebaikan.jpg Apakah Semua Agama Mengajarkan Kebaikan?

Jika kita sering bercakap-cakap dengan penganut agama lain yang bersikap moderat, kita akan sering mendapati pernyataan klise seperti: “Inti semua agama itu sama, yaitu mengajarkan kebaikan.” Ucapan seperti ini kadangkala diucapkan dengan penuh ketulusan (pembicaranya memang meyakini pandangan seperti ini) atau sekadar untuk menghindari diskusi seputar agama (pembicaranya menganggap diskusi semacam itu terlalu sensitif atau kurang membawa faedah). Tujuan dari ucapan ini sebenarnya baik, yaitu menghindari perdebatan kasar atau konflik antar umat beragama.

Tujuan yang baik tentu saja tidak selalu dapat dijadikan pembenaran. Hasil akhir tidak dapat membenarkan cara (the end cannot justifies the means). Pertanyaan yang perlu dikaji lebih dalam tetap sama. Apakah semua agama mengajarkan kebaikan? Apakah melakukan kebaikan merupakan inti dari semua agama?

Jawaban terhadap pertanyaan ini sebenarnya cukup jelas. Tidak semua agama mengajarkan kebaikan. Tidak semua agama menjadikan perbuatan baik sebagai inti dari agama mereka.

Sebelum kita menerangkan masing-masing poin di atas, ada baiknya dalam diskusi dengan orang lain kita memperjelas definisi “agama.” Apakah yang dimaksud dengan agama? Apakah semua pandangan dan praktek religius yang melibatkan keyakinan terhadap realitas supranatural yang tertinggi masuk dalam kategori “agama”? Dalam banyak kasus, mereka yang berkata “inti semua agama itu sama, yaitu mengajarkan kebaikan” ternyata belum memikirkan secara matang tentang definisi ini. Ketika kita menawarkan definisi dasar “keyakinan terhadap realitas supranatural yang tertinggi” mereka biasanya juga mudah menerimanya.

Beranjak dari sana kita dapat menunjukkan bahwa beberapa praktek dalam agama-agama tertentu, baik pada jaman kuno maupun sekarang, yang sukar untuk dipahami sebagai sebuah kebaikan. Sebagai contoh, pada jaman Alkitab ada penyembahan kepada Dewa Molokh yang melibatkan pengurbanan anak. Beberapa aliran religius di India melakukan praktek yang sama di Sungai Gangga. Di beberapa pedalaman juga masih ditemukan ritual religius yang melibatkan pengurbanan kepala manusia. Dengan memaparkan data seperti ini, kita telah mendorong teman diskusi untuk memikirkan ulang definisi agama yang dia pegang selama ini atau bahkan untuk mengkritisi pandangannya bahwa semua agama mengajarkan kebaikan.

Motivasi di balik perbuatan baik yang diajarkan di agama-agama juga berbeda. Aspek motivasi ini tidak boleh dipandang remeh. Suatu tindakan dinilai baik atau buruk tergantung pada motivasi di baliknya. Memberikan bantuan untuk memanipulasi orang lain, misalnya, jelas bukanlah sebuah kebaikan. Menunjukkan kebaikan hanya untuk menipu orang lain malah merupakan kejahatan.

Nah, dalam hal motivasi kebaikan, kekristenan terbilang cukup unik. Alkitab mengajarkan bahwa kita berbuat baik karena sudah diselamatkan (Ef. 2:8-10). Perbuatan baik bukanlah syarat, melainkan bukti, keselamatan. Kita berbuat baik sebagai ucapan syukur atas kebaikan Allah bagi kita, bukan untuk mengharapkan kebaikan dari Allah. Walaupun Allah nanti tetap memberikan upah atas perbuatan baik kita, hal itu tidak mempengaruhi keselamatan dan bukan dorongan utama bagi kebaikan Kristiani. Kita mengasihi orang lain sebagai upaya kita untuk mencerminkan siapa Allah yang bekerja di dalam kita (Mat. 5:45-48).

Konsep di atas berbeda dengan ajaran-ajaran umum di berbagai agama. Walaupun  agama lain ada yang mengajarkan konsep tentang keselamatan (apapun istilah yang digunakan di sana) yang berkaitan dengan kasih karunia Allah, penekanan mereka pada usaha manusia untuk memperoleh hal itu tetap sangat dominan. Manusia tetap memainkan peranan dalam keselamatan. Kekristenan mengajarkan hal yang berbeda. Kita diselamatkan oleh anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus. Itu bukan hasil usaha atau pekerjaan manusia (Ef. 2:8-9). Tidak ada alasan bagi manusia untuk bermegah dalam keselamatan, karena tidak didasarkan pada jasa atau pahala mereka sama sekali (2Tim. 1:9).

Penjelasan di atas sekaligus menunjukkan bahwa inti kekristenan bukan pada usaha manusia, melainkan kasih Allah kepada manusia. Yang terpenting bukan apa yang dilakukan oleh manusia kepada Allah, tetapi apa yang dilakukan oleh Allah kepada manusia. Bukan manusia yang mencari perkenanan Allah, tetapi Allah yang mencari dan menyelamatkan manusia yang berdosa. Inti kekristenan berbeda. Soli Deo Gloria.

Photo by Pedro Lima on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community