Apakah Pertobatan Harus Spektakuler dan Radikal?

Posted on 23/12/2015 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/apakah-pertobatan-harus-spektakuler-dan-radikal.jpg Apakah Pertobatan Harus Spektakuler dan Radikal?

Beberapa kisah pertobatan terdengar begitu dramatis dan luar biasa. Dalam Alkitab kita mengetahui pertobatan Saulus atau Paulus (Kisah Para Rasul 9): seorang penganiaya jemaat yang akhirnya menjadi pemberita injil. Dalam sejarah gereja kita mengenal kisah pertobatan Aurelius Agustinus; dari seorang pendosa seksual yang tak pernah merasakan damai, tapi akhirnya menjadi pemimpin gereja terkenal di abad ke-4 dan terpenting dalam sejarah kekristenan. Pertobatan Martin Luther, seorang imam di kalangan Gereja Roma Katholik yang menjadi tokoh reformasi gereja, juga menambahkan daftar cerita-cerita pertobatan yang luar biasa. Pertanyaannya, apakah pertobatan sejati harus terdengar seperti itu? Bagaimana dengan orang-orang tertentu yang sejak kecil berada di lingkungan kekristenan dan tidak pernah menjalani kehidupan berdosa yang terkesan luar biasa?

Pertama-tama, kita perlu memahami esensi pertobatan. Salah satu kata yang seringkali digunakan untuk pertobatan adalah metanoia. Makna dasar yang terkandung di dalamnya adalah perubahan pikiran. Artinya, yang dipentingkan adalah transformasi konsep. Seseorang yang menyadari keberdosaannya dan ketidakmampuannya untuk memperoleh hidup kekal melalui perbuatan baik serta yang beriman pada karya penebusan Kristus sudah masuk dalam proses pertobatan itu. Bagi beberapa orang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen yang baik, pertobatan mereka mungkin tidak terlihat spektakuler. Hidup mereka relatif tetap sama. Hanya saja, konsep mereka diubahkan. Motivasi kesalehan mereka difokuskan pada Kristus. Perbuatan baik yang dilakukan bukan sekadar tuntutàn moral, kebiasaan, atau upaya untuk memperoleh keselamatan.

Yang kedua, kita perlu menggarisbawahi bahwa Alkitab lebih banyak membicarakan tentang hasil pertobatan daripada proses konkritnya. Banyak tokoh Alkitab yang kisah pertobatannya tidak diceritakan, walaupun perubahan hidup mereka tetap terlihat jelas. Dari porsi pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa yang paling penting adalah kesungguhan dan kualitas pertobatan seseorang, bukan seberapa spektakuler seseorang berjumpa dengan Kristus.

Hal terakhir yang perlu dipertajam adalah arti kata "radikal". Kata ini berasal dari Bahasa Latin radix, yang berarti "akar". Perubahan radikal berarti perubahan yang bersumber dari dalam, sampai ke akar persoalannya. Jadi, radikal tidak selalu terlihat spektakuler dari luar. Yang penting adalah apa yang terjadi di dalam diri seseorang.

Dalam arti ini, setiap pertobatan seharusnya radikal. Kuasa dosa dalam hidup kita sudah dihancurkan melalui penebusan Kristus (Roma 6:1-23). Akal budi kita pun terus-menerus dibarui untuk mengetahui kehendak Allah (Roma 12:1). Kekristenan Alkitabiah tidak hanya menawarkan perubahan moralitas, tetapi transformasi internal melalui kuasa injil Yesus Kristus dan pekerjaan Roh Kudus dalam hati manusia.

Sebagai kesimpulan, pertobatan tidak harus spektakuler, tetapi pasti radikal. Masing-masing orang berjumpa dengan Kristus dalam situasi yang khusus dan momen yang khusus pula, sehingga proses pertobatan mereka juga berlainan. Sebagian terlihat begitu berbeda dan luar biasa, yang lain terjadi biasa-biasa saja. Di atas semuanya, yang penting adalah perubahan di dalam diri masing-masing orang sungguh-sungguh sudah terjadi. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community