Apa jadinya jika satu buku (bukan novel) menyebutkan satu nama, tetapi ternyata nama itu tidak pernah ada? Mungkin kita akan meragukan penulis buku tersebut. Hal yang sama terjadi dengan beberapa orang Kristen atau hamba Tuhan atau mahasiswa teologi yang mungkin meragukan keakuratan sejarah ketika Gamaliel, mantan guru Paulus yang menyebutkan Teudas dan Yudas di Kisah Para Rasul 5:36 karena Yosefus di dalam karyanya Antiquities 20.5.1 menyebutkan Teudas yang memberontak terhadap pemerintah Romawi pada tahun 44 Masehi, padahal Gamaliel waktu menyebutkan Teudas di Kisah Para Rasul 5:36 terjadi sekitar tahun 31 Masehi. Lalu, pemberontakan Yudas dari Galilea disebut Gamaliel terjadi setelah Teudas, padahal pemberontakan Yudas terjadi pada tahun 6 Masehi, 40 tahun sebelum pemberontakan Teudas. Mana yang benar: catatan Gamaliel atau Yosefus?
Ada tiga pendekatan yang diambil mengatasi permasalahan ini, yaitu: (1) apakah Josephus salah, (2) atau Lukas bertanggung jawab atas anakronisme (KBBI mendefinisikan anakronisme: penempatan tokoh, peristiwa percakapan, dan unsur latar yang tidak sesuai menurut waktu di dalam karya sastra), atau (3) mereka merujuk pada dua Teudas yang berbeda. Kemungkinan pertama jelas tidak mungkin karena Yosefus tinggal di Palestina selama pemerintahan Fadus di mana Teudas memberontak pada tahun 44 Masehi dan ia (Yosefus) pasti ingat tentang peristiwa gerakan pemberontakan di bawah Teudas tersebut. Kemungkinan kedua jelas tidak mungkin karena dr. Lukas terbukti akurat dalam menuliskan Injilnya. Dari ketiga kemungkinan yang ada, maka kemungkinan ketiga yang lebih masuk akal (John B. Polhill, Acts, 172).
Meskipun merupakan argumen dari keheningan, ada dasar yang kuat untuk menyatakan bahwa Teudas dari Kisah Para Rasul mungkin orang yang berbeda dari yang disebutkan oleh Yosefus, namun dengan nama yang sama. Argumentasinya adalah: Pertama, mungkin “Teudas” merupakan nama panggilan atau bentuk Yunani dari nama Ibrani yang umum. Yosefus (Antiquities 17.269) menyebutkan ada banyak kerusuhan dan pemberontakan yang muncul di Yudea setelah kematian Herodes Agung (4 SM) (bdk. Kis. 21:38). Meskipun Yosefus tidak menyebutkan nama pemimpin gerakan ini, mungkin “Teudas” yang disebutkan Gamaliel termasuk dalam salah satu nama pemimpin gerakan ini. Dengan kata lain, “Teudas” yang mengaku diri sebagai nabi dan berpura-pura sebagai mesias ini memimpin gerakan revolusioner ini pada tahun 4 SM. Kedua, “Teudas” adalah nama umum waktu itu karena “Teudas” merupakan singkatan dari “Teodorus,” Teodotus,” “Teodosius,” dll (Polhill, Acts, 172, F. F. Bruce, The Acts of the Apostles, 176, dan William J. Larkin, Acts). Dengan kata lain, “Teudas” yang disebutkan Gamaliel berbeda dengan “Teudas” yang disebutkan Yosefus pada tahun 44 Masehi.
Lalu, bagaimana dengan Yudas yang memberontak pada tahun 6 Masehi, 40 tahun sebelum Teudas? Kalau “Teudas” yang Gamaliel sebutkan di atas berbeda dengan “Teudas” yang Yosefus sebutkan, maak kita dapat menjawab permasalahan Yudas. Karena “Teudas” yang Gamaliel sebutkan memimpin gerakan revolusionernya sekitar tahun 4 SM dan Yudas dari Gamala di Gaulanitis (Gamaliel dan Yosefus menyebutnya: Yudas dari Galilea) mengajak seorang Farisi yang bernama Sadduk memimpin pemberontakan “pada waktu pendaftaran penduduk” (Kis. 5:37) yaitu sekitar tahun 6 M, maka kemungkinan besar “Yudas” yang Gamaliel sebutkan mirip dengan “Yudas” yang Yosefus sebutkan. Yudas dari Galilea ini memimpin pemberontakan besar sebagai protes terhadap sensus yang dilakukan di bawah pemerintahan Quirinius (6-7 M) untuk tujuan perpajakan. Alasannya adalah bagi Yudas, tidak saleh bagi umat Allah untuk memberikan hasil dari tanah yang telah dia berikan kepada mereka sebagai upeti kepada seorang penguasa kafir. Yosefus tidak menyebutkan kematiannya, tetapi Gamaliel menyebutkan bahwa Yudas dari Galilea ini terbunuh dan semua pengikutnya tersebar. Meskipun pemberontakan yang dipimpin Yudas dari Galilea telah dilumpuhkan oleh orang Romawi, namun cita-cita ini tetap hidup dan dipertahankan oleh gerakan Zelot dalam Yudaisme (Kis. 1:13). Gamaliel terlalu optimis dengan berpikir bahwa gerakan ini tidak menghasilkan apa-apa (Kis. 5:37), namun fakta historis menunjukkan bahwa cita-cita yang lahir dari gerakan revolusioner yang dipimpin Yudas dari Galilea ini tumbuh dalam waktu kurang dari 25 tahun setelah pidato Gamaliel dan gerakan ini akan memulai perang habis-habisan dengan orang-orang Romawi (Polhill, Acts, 173 dan Bruce, The Acts of the Apostles, 177).
Dari penyelidikan ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa penyebutan Teudas dan Yudas dari Galilea oleh Gamaliel adalah akurat secara historis. Yang lebih penting adalah saran Gamaliel dilanjutkan di ayat 38-39, “Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah.” Saran ini akhirnya diterima oleh anggota Mahkamah Agama dan para rasul Kristus tidak jadi dihukum mati (ay. 40). Kejadian ini mendorong para rasul Kristus untuk tetap memberitakan Injil (ay. 42). Allah menggunakan segala macam cara untuk melepaskan para rasul-Nya bukan agar mereka bebas tanpa tujuan, tetapi agar mereka memiliki kesempatan lebih lama lagi memberitakan Injil kepada sebanyak mungkin orang. Allah yang sama juga menggunakan segala macam cara untuk melepaskan kita sebagai orang percaya dari kesulitan tertentu bukan karena iman kita mengakibatkan Tuhan “kasihan” kepada kita, tetapi karena Allah memiliki tujuan di balik cara-Nya. Namun Allah yang sama juga menggunakan segala macam cara untuk memastikan umat-Nya mengalami penderitaan tertentu bukan untuk menyiksa kita, tetapi untuk menguji dan mendewasakan kita agar kita makin mengenal dan mengasihi-Nya.
Photo by Joanna Kosinska on Unsplash