Pertanyaan ini kerap mampir ke email dan media sosial saya atau muncul dalam perbincangan di beberapa kesempatan. Beberapa menanyakan sekadar untuk mengetahui jawabannya. Beberapa secara tulus memang bergumul dengan persoalan ini. Beberapa hanya ingin membenarkan tindakan mereka.
Terlepas dari motivasi di baliknya, pertanyaan seperti ini layak mendapatkan perhatian. Di satu sisi, banyak pendeta, penatua, dan jemaat di gereja-gereja tertentu sudah terbiasa untuk merokok. Bahkan mereka pun merokok di dalam atau sekitar gedung gereja. Mereka terlihat tidak merasa hal itu sebagai sebuah masalah.
Di sisi lain, banyak orang Kristen yang terlalu menghakimi mereka yang merokok. Beberapa bahkan mengatakan bahwa para perokok tidak masuk ke surga. Mereka dianggap secara sengaja dan terus-menerus menghancurkan tubuh mereka yang sudah ditebus oleh Yesus Kristus.
Jadi, apakah orang Kristen boleh merokok? Alkitab tidak pernah membahas tentang merokok. Kata “rokok” tidak muncul dalam Alkitab. Praktek merokok juga tidak pernah disinggung di dalamnya.
Keterbatasan ini tidak menghalangi kita untuk memberikan pandangan dan sikap yang tepat terhadap merokok. Alkitab memang tidak membicarakan tentang segala sesuatu, tetapi memberikan pedoman yang cukup untuk merespons segala sesuatu. Demikian pula dengan isu tentang merokok. Alkitab menyediakan petunjuk yang memadai untuk menilai. Hasilnya? Merokok adalah dosa.
Pertama, merokok tidak membawa keuntungan apapun, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Paulus mengajarkan bahwa kebebasan di dalam Kristus tidak berarti kebebasan yang liar. Ada banyak aspek yang tetap perlu untuk dipertimbangkan. Salah satunya adalah aspek manfaat. Paulus berkata: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tidak semua berguna” (1Kor. 6:12). Berguna di sini selanjutnya dipahami dalam konteks “membangun” (1Kor. 10:23).
Sampai sekarang belum ada studi yang mengungkapkan manfaat merokok bagi kesehatan. Sebaliknya, banyak riset menunjukkan sebaliknya. Merokok sangat berbahaya, baik bagi perokok sendiri atau orang lain di sekitarnya.
Kedua, merokok bersifat adiktif. Aspek lain dalam etika Kristiani adalah ketergantungan atau kecanduan. 1 Korintus 6:12 juga mengajarkan hal ini: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”. Kecanduan juga merupakan tanda ketidakadaan pengendalian diri, padahal tanda ini seharusnya nampak pada mereka yang dipenuhi oleh Roh Kudus (Gal. 5:22-23).
Ketiga, merokok tidak memuliakan Tuhan. Setiap orang Kristen seyogyanya melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan, bahkan untuk hal-hal yang sepele dan rutin sekalipun. Paulus mengajarkan: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 10:31). Saya tidak bisa melihat bagaimana merokok dapat memuliakan Tuhan. Sebaliknya, tindakan yang bisa merusak kesehatan ini justru terlihat bertabrakan dengan penebusan Kristus atas tubuh kita (1Kor. 6:19-20). Tubuh yang sudah ditebus dengan mahal seharusnya dipelihara dengan baik.
Sebagai penutup, kita perlu menegaskan bahwa mereka yang menentang rokok seringkali bertindak munafik. Mereka memang tidak merokok, tetapi melakukan hal-hal lain yang merusak tubuh, bersifat adiktif, dan tidak memuliakan Tuhan. Ini adalah kemunafikan atau – paling tidak – sebuah ketidakkonsistenan. Prinsip yang kita terapkan pada merokok harus diterapkan pada segala hal. Soli Deo Gloria.