Apakah Nama Lucifer dan Kisah di Baliknya Alkitabiah?

Posted on 17/10/2021 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/10/apakah-nama-lucifer-dan-kisah-dibaliknya-alkitabiah.jpg Apakah Nama Lucifer dan Kisah di Baliknya Alkitabiah?

Nama “Lucifer” tidak asing bagi sebagian besar orang Kristen. Mereka mengetahui bahwa Lucifer adalah pimpinan tertinggi dari malaikat-malaikat yang memberontak melawan Allah. Dia hendak menyamai Allah, tetapi gagal, lalu dicampakkan oleh Allah ke bumi.

Benarkah pemimpin malaikat yang jatuh bernama Lucifer? Apakah kisah kejatuhannya yang terkenal tersebut memang sesuai dengan Alkitab?

Asal-usul istilah “Lucifer” berkaitan dengan Yesaya 14:12. Ungkapan “bintang timur putera fajar” dalam versi Latin Vulgata diterjemahkan “Lucifer.” Dalam Bahasa Latin, kata Lucifer secara hurufiah berarti “pembawa terang.” Terjemahan “Lucifer” pada  akhirnya juga muncul di terjemahan Alkitab King James Version (KJV). Dua terjemahan Alkitab ini memang sejak dulu sangat populer dan dihargai di kalangan Kristen Katholik (Vulgata) maupun Protestan (KJV). Tidak heran, istilah Lucifer dan kisah di baliknya juga begitu dikenal luas oleh orang-orang Kristen.

Persoalannya, pembacaan yang teliti terhadap Yesaya 14:12 menunjukkan bahwa teks ini sama sekali tidak berbicara tentang kejatuhan Iblis. Teks ini tentang raja Babel. Dia merasa diri begitu berkuasa di dunia kuno. Dia menyamakan dirinya dengan Allah (14:13-14).

Kisah tentang seorang pemimpin politik yang menganggap diri sebagai dewa tertentu bukanlah hal yang mengagetkan. Banyak penguasa pada waktu itu memang seperti itu. Mereka menganggap diri sebagai titisan dewa atau anak dewa. Kisah seperti ini berkembang di Mesir, Babel, Yunani, Romawi, dan sebagainya. Tidak heran, dalam bahasa puitis Yesaya 14:12-14 menggambarkan upaya raja Babel untuk mengatasi bintang-bintang dan awan-awan. Dia ingin menyamakan diri dengan Allah.

Dari penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa terjemahan “Lucifer” di Yesaya 14:12 dan keterkaitannya dengan kejatuhan para malaikat tidaklah tepat. Teks ini tidak membicarakan kisah semacam itu. Tidak heran, banyak versi Alkitab sesudah KJV tidak lagi menggunakan ungkapan “Lucifer” di Yesaya 14:12.

Penjelasan di atas tidak berarti bahwa kisah kejatuhan malaikat yang memberontak melawan Allah hanyalah isapan jempol biasa. Kisah ini sejak dahulu sudah lama beredar di kalangan Yahudi maupun Kristen. Kisah ini juga tampaknya lebih sesuai dengan ayat-ayat lain di dalam Alkitab.

Dalam beberapa tulisan kuno Yahudi (Kitab Henokh dan Kehidupan Adam – Hawa) disebutkan bahwa sebagian malaikat memberontak melawan Allah sehingga dicampakkan dari sorga. Ada yang memberi penjelasan lebih detail bahwa wujud pemberontakan tersebut adalah penolakan para malaikat terhadap perintah Allah untuk menyembah Adam sebagai gambar Allah.

Tradisi yang sama berkembang di kalangan orang Kristen sejak abad permulaan. Para pemimpin Kristen pada waktu itu (disebut “bapa-bapa gereja”) tampaknya cukup sepakat tentang kisah pemberontakan malaikat di sorga. Baik Tertulianus, Agustinus, Origen maupun Jerome sama-sama mengajarkan kisah ini.

Kisah yang sama terus berkembang dalam tradisi kekristenan di periode-periode selanjutnya. Salah satu tulisan Kristen terkenal yang membahas topik ini secara detail adalah The Lost Paradise (John Milton). Dalam 12 bagian di buku ini Milton mengisahkan kronologi pemberontakan para malaikat terhadap Allah dan akibatnya bagi dunia/manusia.

Walaupun kita tidak perlu menyetujui setiap detail kisah pemberontakan malaikat yang berkembang di kalangan Yahudi dan Kristen, kita memiliki alasan yang cukup untuk menerima keabsahan inti dari kisah itu. Alkitab memang beberapa kali menyinggung tentang dosa para malaikat. Yesus membicarakan kekalahan Iblis dengan kalimat “seperti kilat jatuh dari langit” (Luk. 10:18). Ada ide tentang terang (kilat) dan sorga (langit). Paulus menyinggung tentang Iblis yang menyamar sebagai Malaikat Terang (2Kor. 11:14). Sekali lagi, ada ide tentang terang dan upaya Iblis untuk menyamai sesuatu.

Alkitab juga menjelaskan tentang sebuah kisah peperangan yang terjadi di sorga antara penghulu malaikat Mikhael dan Iblis (Why. 12:7-9). Iblis kalah, lalu dilemparkan ke bumi. Sejak saat itu Iblis terus mengganggu umat Allah. Terlepas dari perbedaan penafsiran tentang apakah Wahyu 12 membicarakan tentang pemberontakan Iblis sejak permulaan zaman atau hanya sekadar kisah simbolis, ide tentang perlawanan Iblis terhadap Allah memang sudah dikenal pada zaman Alkitab.

Upaya Iblis untuk menyamai Allah tampaknya juga muncul di Wahyu 13, walaupun teks ini tidak menceritakan tentang pemberontakan awal Iblis yang membuatnya dilemparkan dari sorga. Ada banyak ke(tidak)miripan antara Iblis dan Allah di Wahyu 13. Sama seperti Allah memberikan kuasa dan otoritas kepada Yesus Kristus atas segala bangsa dan suku bangsa, demikian pula Iblis memberikan kuasa yang besar kepada dua binatangnya (nabi palsu dan antikristus). Salah satu binatang itu memiliki rupa seperti domba seolah-olah ingin menyamai Anak Domba. Hanya saja suara domba jadi-jadian itu seperti naga. Domba itu terluka parah tetapi akhirnya berhasil sembuh seolah-olah hendak menyamai Anak Domba yang mati tersembelih tetapi bangkit dari kematian. Tidak peduli seberapa kuat usaha Iblis dan dua binatangnya untuk menyamai Allah dan Kristus, mereka tidak pernah berhasil. Antikristus hanya mencapai angka 6, belum sampai angka 7 (angka sempurna). Usaha ini gagal 3 kali (666).

Setelah mengetahui penjelasan di atas, bagaimana sikap kita terhadap peggunaan istilah “Lucifer” dan detail kisah di baliknya? Menurut saya orang-orang Kristen sebaiknya mulai meninggalkan istilah “Lucifer.” Yesaya 14:12-14 tidak berbicara tentang kejatuhan malaikat. Terjemahan “Lucifer” tidak berkaitan dengan kisah itu.

Walaupun demikian, kita sebaiknya tetap mempercayai kisah kejatuhan Iblis seperti yang disinggung di beberapa teks Alkitab lainnya. Data yang ada cukup konsisten dengan inti kisah yang sejak dulu sudah beredar di kalangan Yahudi dan Kristen. Yang terakhir, kita perlu mengingat kalimat berikut ini: “Kristus telah memenangkan peperangan melawan Iblis (Yoh. 12:31; Kol. 2:13-15; 1Yoh. 3:8), tetapi kita tetap perlu menyelesaikan pertempuran dengan kekuatan Allah (Ef. 6:10-20).” Syukur kepada Allah yang sudah memberikan kemenangan melalui Kristus! Syukur kepada Allah yang selalu memberikan senjata ampuh untuk melawan dan mengalahkan kuasa kegelapan! Soli Deo Gloria.

Photo by Sammy Williams on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community