Kisah penghukuman kota Sodom dan Gomora sekaligus penyelamatan keluarga Lot merupakan salah satu kisah paling populer di Alkitab. Dosa penduduk kota-kota ini sangat banyak dan serius, sehingga Allah perlu membumihanguskan kota mereka. Allah mengutus beberapa malaikat-Nya untuk menyelamatkan keluarga Lot dari kebinasaan. Upaya penyelamatan ini ternyata diresponi secara berbeda-beda. Dua calon menantunya tidak menggubris ajakannya untuk melarikan diri (Kej. 19:14). Isterinya tidak menaati perintah TUHAN sehingga menjadi tiang garam (Kej. 19:26). Hanya Lot dan anak-anaknya yang selamat.
Beberapa orang mencoba mengaitkan kisah ini dengan proses keselamatan secara rohani. Dari kisah dua bakal menantu Lot, mereka menarik kesimpulan bahwa keselamatan sekadar ditawarkan dan manusia berhak untuk menolaknya. Dari kisah isteri Lot, mereka mengajarkan bahwa keselamatan bisa hilang karena ketidaktaatan.
Apakah penafsiran seperti ini mendapatkan dukungan dari teks? Bolehkah kita menghubungkan kisah ini dengan proses keselamatan secara rohani?
Menarik pelajaran teologis dari sebuah kisah (teks narasi) perlu dilakukan secara hati-hati. Setiap kisah dalam Alkitab memiliki elemen diskriptif (sekadar menggambarkan apa yang terjadi) dan preskriptif (pelajaran teologis yang bersifat normatif). Apa yang sekadar digambarkan tidak boleh diaplikasikan tanpa memerhatikan apa yang preskriptif. Apa yang preskriptif ditentukan oleh tujuan di balik kisah tersebut. Sebagai contoh, kisah perzinahan Yehuda – Tamar (Kej. 39) yang akhirnya melahirkan keturunan Mesias (Mat. 1:1-17) tidak boleh dijadikan alasan untuk membenarkan perkawinan antar anggota keluarga (incest). Tujuan peristiwa itu dikisahkan di dalam Alkitab bukan untuk itu.
Sehubungan dengan kisah penghukuman Sodom dan Gomora kita perlu mengingat bahwa inti dari kisah ini bukan penawaran keselamatan atau peringatan terhadap orang berdosa. Itulah sebabnya tidak ada upaya penjangkauan kepada penduduk Sodom dan Gomora. Allah datang untuk mendatangkan hukuman atas mereka dan menyelamatkan keluarga Lot. Dua calon menantu Lot menerima “tawaran” kelepasan dari hukuman karena keterkaitan mereka dengan keluarga Lot. Jika tidak ada kaitan, mereka tidak akan menerima “tawaran” itu.
Teks juga memberi petunjuk yang cukup jelas bahwa kelepasan dari hukuman untuk keluarga Lot tidak boleh ditafsirkan sebagai keselamatan spiritual. Ketika Lot menawar untuk lari ke kota terdekat daripada ke pegunungan yang masih jauh, malaikat TUHAN mengabulkan permintaan itu dan menjanjikan bahwa kota terdekat itu tidak akan ikut ditunggangbalikkan (19:21). Apakah kelepasan untuk kota ini berarti semua penduduknya diselamatkan secara rohani? Jelas tidak! Kota itu dikecualikan dari hukuman karena Lot, tidak ada hubungan dengan iman atau kesalehan mereka.
Selain itu, catatan tersebut menunjukkan bahwa kelepasan dari bahaya ini tidak selalu ditawarkan. Penduduk kota terdekat itu tetap diselamatkan, walaupun tidak ada respons apapun dari mereka. Jika kebinasaan isteri dan calon menantu Lot dipahami sebagai penolakan terhadap tawaran keselamatan secara spiritual, bagaimana dengan nasib penduduk kota tempat Lot melarikan diri? Apakah kita akan mengatakan bahwa mereka diselamatkan karena anugerah? Jika iya, bagaimana bisa Allah menetapkan jalan keselamatan berbeda-beda untuk orang yang berbeda-beda? Ini jelas pemikiran yang aneh dan tidak konsisten. Jadi, kita sebaiknya tidak mengaitkan kelepasan atau kebinasaan tokoh-tokoh dalam Kejadian 19 dengan keselamatan mereka secara spiritual. Soli Deo Gloria.