Apakah Amsal 3:9-10 Mendukung Teologi Kemakmuran? (Buah Sulung Bagian 2)

Posted on 16/02/2020 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/apakah-amsal-3-9-10-mendukung-teologi-kemakmuran-buah-sulung-bagian-2.jpg Apakah Amsal 3:9-10 Mendukung Teologi Kemakmuran? (Buah Sulung Bagian 2)

Dalam artikel yang lalu kita sudah mengupas sebuah kesalahpahaman opuler seputar pemberian buah sulung, yaitu pemberian ini bisa (pasti?) menjadikan seseorang kaya raya. Kita sudah melihat bahwa teks-teks Alkitab yang berkaitan dengan buah sulung secara konsisten memandang kurban buah sulung sebagai ucapan syukur atas berkat Allah, bukan pancingan untuk mendapatkan berkat-berkat yang lain. Sekilas ulasan tadi bertabrakan dengan Amsal 3:9-10 yang berbunyi: “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya”.

Benarkah teks di atas mendukung Teologi Kemakmuran yang mengajarkan prinsip transaksi “memberi supaya diberkati”? Tampaknya tidak.

Poin pertama yang perlu diperhatikan adalah jenis sastra (genre). Kitab-kitab dalam Alkitab ditulis dalam jenis sastra tertentu, sehingga menuntut prinsip penafsiran yang berbeda sesuai dengan jenis sastra masing-masing. Demikian pula dengan Kitab Amsal. Sesuai hakikatnya, Kitab Amsal berisi pernyataan-pernyataan yang digeneralisasikan sesuai dengan observasi secara umum (Osborne, Hermeneutical Spiral, 247). Tujuannya lebih ke arah memberikan nasihat daripada menawarkan janji atau menerangkan cara kerja Allah yang kaku.

Dua teks berikut ini mungkin bisa menjadi contoh yang baik. Amsal 16:3 “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu”. Apakah ini berarti bahwa apapun juga yang kita lakukan - asalkan diserahkan kepada TUHAN – pasti akan berhasil? Bagaimana dengan keputusan yang tergesa-gesa atau tindakan yang ceroboh tapi menyertakan TUHAN di dalamnya? Contoh lain adalah Amsal 22:6 “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Bukankah kita pernah menemukan orang tertentu yang di masa tuanya menjauh dari TUHAN walaupun sejak kecil mereka dididik secara rohani dengan baik? Perhatikan saja kehidupan beberapa pendeta. Walaupun anak-anak mereka dididik dengan cara yang sama, hasilnya tidak selalu sama. Kadang ada anak yang memang memiliki kecenderungan menyimpang.

Poin kedua adalah prinsip penafsiran analogia fide (analogi iman) dan analogia scripturae (analogi kitab suci). Secara sederhana prinsip ini dapat diterangkan sebagai berikut: ajaran maupun teks yang kurang jelas seharusnya ditafsirkan berdasarkan ajaran maupun teks lain yang lebih jelas. Dalam kasus pemberian buah sulung, misalnya, Alkitab menyediakan teks-teks lain yang secara konsisten melihat buah sulung lebih sebagai ucapan syukur atas berkat-berkat TUHAN, bukan umpan untuk mendapatkan berkat-berkat itu (Im. 23:9-14; Ul. 26:1-11).

Poin ketiga berkaitan dengan penafsiran detil terhadap Amsal 3:9-10. Walaupun ayat ini ditafsirkan sebagai janji, kita harus berhati-hati untuk menerapkannya. Jika ingin konsisten dengan teks, “janji” ini hanya terbatas pada orang-orang yang sudah kaya. Mengapa bisa begitu? Kata “lumbung” dan “bejana pemerahan” di ayat ini berbentuk jamak, sedangkan pada waktu itu yang memiliki lumbung dan bejana pemerahan hanyalah orang-orang kaya. Jika hasil pemberian buah sulung adalah lumbung dan bejana pemerahan yang penuh, bagaimana nasib mereka yang memberikan buah sulung tapi tidak memiliki lumbung maupun bejana pemerahan?

Jika teks ini ditujukan hanya kepada orang-orang kaya, kita selanjutnya perlu bertanya mengapa hal itu dikhususkan bagi mereka. Dugaan yang paling masuk akal adalah sikap hati mereka yang cenderung mencintai harta secara berlebihan. Mereka mungkin kuatir bahwa dengan memberi maka kekayaan mereka akan berkurang. Kepada orang-orang semacam itu, TUHAN memberikan nasihat ini.  

Bukan itu saja. Pembacaan yang teliti menunjukkan bahwa ayat ini tidak mengajarkan ketamakan. Tidak ada janji tentang penambahan lumbung atau bejana pemerahan. Allah hanya “berjanji” untuk memenuhi yang sudah ada. Jika Allah memberikan melebihi daripada yang mereka butuhkan atau yang mereka biasa dapatkan, itu berarti bahwa Allah ingin mereka bisa berbagi lebih banyak daripada biasanya. Semakin banyak diberi, semakin banyak memberi. Jangan dibalik: semakin banyak memberi, semakin banyak diberkati. Ini ajaran yang memutarbalikkan teks Alkitab. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community