Salah satu ajaran Katolik Roma adalah purgatori yaitu api penyucian dosa. Doktrin ini berpendapat bahwa setelah manusia meninggal, mereka akan diuji. Jika mereka lulus ujian tersebut, maka mereka akan masuk sorga, sedangkan jika mereka tidak lulus ujian tersebut, maka mereka akan dibuang ke dalam neraka. Dasar Alkitabnya: 1 Petrus 3:19. Benarkah ada kesempatan kedua setelah kematian menurut ayat ini?
1 Petrus 3:19 jelas tidak dapat dicomot lepas dari konteksnya untuk mengajarkan adanya kesempatan kedua setelah kematian. Ada beberapa alasan, yaitu: Pertama, kata Yunani “memberitakan Injil” adalah ekēruxen dari kata kērussō yang dalam konteks ini berarti, “membuat pernyataan publik, menyatakan dengan lantang” yang berasal dari Allah atau berkaitan dengan Allah (A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature, s.v. “κηρύσσω”). Sesuai dengan kata Yunani ini, maka ESV menerjemahkannya dengan tepat yaitu “Kristus menyatakan” atau “Kristus memproklamasikan”. Pertanyaannya, apa yang Kristus nyatakan/proklamasikan? Semuanya tergantung arti “roh-roh” di ayat 19. “Roh-roh” di sini jelas meruju pada makhluk roh yang jahat di mana mereka ditahan di penjara sampai hari penghakiman (2Ptr. 2:4; Yud. 6). Dari definisi ini, maka kita dapat menerjemahkan Kristus “memberitakan Injil” kepada roh-roh sebagai Kristus memproklamasikan kemenangan-Nya di kayu salib kepada roh-roh jahat dan membenarkan kekalahan mereka. Hal ini nampak dari kekalahan mereka di mana mereka tunduk kepada-Nya (1Ptr. 3:22). Oleh karena itu, jemaat-jemaat yang dilayani Petrus tidak perlu takut akan kekuatan roh jahat yang mengilhami para penganiaya mereka (I. Howard Marshall, 1 Peter).
Kedua, jika 1 Petrus 3:19 ditafsirkan bahwa ada kesempatan kedua setelah kematian, maka hal ini tentu bertentangan dengan Ibrani 9:27, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,” Jika demikian, bukankah Alkitab akan berkontradiksi dengan dirinya sendiri? Selain itu, jika 1 Petrus 3:19 ditafsirkan bahwa ada kesempatan kedua setelah kematian, maka logikanya pemberitaan Injil kepada orang yang masih hidup adalah suatu kesia-siaan karena toh nantinya setelah seseorang meninggal, ia mendapat kesempatan kedua untuk diselamatkan. Jika demikian, maka Matius 28:19 akan berbunyi demikian, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku baik pada waktu mereka hidup maupun meninggal…” Tetapi puji Tuhan, teks Matius 28:19 tidak berbunyi demikian.
Apakah topik ini hanya merupakan perdebatan teologis yang tidak signifikan bagi kehidupan praktis kita? Tentu tidak. Topik ini menyadarkan kita bahwa Injil adalah sesuatu yang berharga dan sangat penting, bukan untuk diobral murahan. Seolah-olah ketika di dunia, orang-orang tertentu menolak Injil (karena telah ditetapkan Allah secara pasif untuk binasa—reprobasi), maka di kehidupan berikutnya, mereka akan mendapat kesempatan kedua untuk mendengar Injil dan diselamatkan. Permasalahannya jika di kesempatan kedua, mereka tetap menolak Injil, maka bukankah Injil terkesan murahan yang diobral kepada orang yang jelas-jelas ditetapkan Allah secara pasif untuk binasa? Pemahaman Alkitab yang benar adalah Injil adalah sesuatu yang berharga dan sangat penting. Ketika ada beberapa orang yang telah ditetapkan Allah secara pasif untuk binasa menolak Injil, maka Injil tidak perlu ditawarkan berkali-kali seolah-olah Injil sebagai barang tidak laku. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita diperintahkan Kristus untuk memuridkan semua bangsa dengan memberitakan Injil kepada sebanyak mungkin orang dan membiarkan Roh Kudus bekerja dengan cara dan waktu-Nya sendiri. Jangan mengobral murah Injil. Amin.